Metode hidup dalam
filsafat adalah metode menterjemahkan dan diterjemahkan antara unsur-unsurnya
yang ada dan yang mungkin ada di dalam keseimbangan. Hidup sukses adalah
keseimbangan di dalam segenap unsurnya. Akan tetapi, manusia hanya bisa
menggapai, Tuhan-lah yang menentukan. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa “Man proposes, God disposes”. Untuk
itulah manusia memerlukan keikhlasan dalam menerima dan menjalani takdir yang
terjadi pada kehidupannya.
Pada saat ini, sering
terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan “takdir”. Dalam kesalahpahaman ini,
ada dua pendapat yang berbeda, atau lebih tepatnya bertolak belakang satu sama
lain. Kesalahpahaman yang pertama yaitu mereka yang menganggap bahwa takdir berlaku
100 %, tanpa adanya suatu usaha. Orang-orang yang termasuk golongan ini
merupakan orang-orang yang pasrah dalam artian salah kaprah. Mereka bukannya
pasrah, akan tetapi mereka telah menyatakan menyerah pada takdir. Dalam agama
Islam, definisi pasrah adalah adalah tawakal, jadi manusia sudah berusaha
semaksimal mungkin, setelah itu, baru menyerahkan segala keputusan kepada sang
Khaliq. Pada kesempatan ini, saya mengutip salah satu potongan ayat dalam Al
Qur’an, surat Ar Ra’du ayat 11 yang berbunyi: "…Innallaha
laa yughoyyiru maa biqaumin hattaa yughoyyiruu maa bi anfusihim", yang artinya: “…Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri”.
Golongan kedua adalah
mereka yang beranggapan bahwa usaha lah yang 100 % menentukan keberhasilan
mereka. Mereka adalah golongan materialis yang tidak mengakui “campur tangan”
Tuhan dalam keberhasilan mereka. Orang-orang ini dikhawatirkan, jika mereka
gagal dalam mencapai tujuannya (keinginannya), ketika mereka putus asa, dan
tidak ada tempat untuk mengadu, mereka frustasi, stress, dan tidak menutup
kemungkinan mereka akan bunuh diri. Padahal kegagalan itu sendiri adalah bagian
dari kehidupan. Don't
be afraid to try. Stumble and fall are a part of a life. There is nothing we
can do when we fall except to rise up and try to walk, even though it's
difficult. However, it's difficult but not impossible, is it?
Keinginan manusia
memang tiada batas, namun demikian, kemampuan manusia sangatlah terbatas,
sehingga apa yang diperolehnya dibatasi
pada apa yang menjadi kebutuhannya saja. Terkadang Tuhan tidak
memberikan apa yang kita inginkan, tetapi Dia Maha Mengetahui apa yang kita
butuhkan. Dia ingin menguji seberapa besar cinta kita kepadanya dengan berbagai
macam ujian hidup. Ujian hidup yang kita jalani sebenarnya sudah terukur, dan
telah diukur sendiri oleh “Yang Maha Menghitung (Al Khasiibu)“, sehingga ujian
hidup yang terjadi dalam hidup kita sudah sesuai dengan takaran kita sebagai
manusia. Dalam potongan ayat Al Qur’an, surat Al Baqarah ayat 286 berbunyi: “Laa
yukalifullaahu nafsan illaa wus`ahaa”, yang artinya: “Allah tidak membebani seseorang
melainkan sesuai dengan kesanggupannya”.
Dari uraian
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, dalam menjalani kehidupan, harus ada
keseimbangan antara usaha dan keyakinan terhadap takdir manusia. Setelah
manusia berusaha maksimal, pasrahkan kepada-Nya, segala sesuatu yang akan
terjadi adalah yang terbaik bagi manusia, entah manusia itu gagal ataukah
berhasil sesuai dengan keinginan manusia tersebut. The last quotes from me is: “Not always what we get is what we
want. Not always what we want is what we need. However, what we get is what we
need. Even though we don’t know about it, until the future becomes the now”.