Wednesday, December 12, 2012

Refleksi Perkuliahan 6: Universitas Kehidupan, Never Ending Study

Belajar adalah suatu proses dalam hidup yang tidak akan pernah selesai selama manusia hidup. Belajar bukan hanya belajar formal di dunia pendidikan formal, bangku sekolah atau bangku kuliah. Tempat pembelajaran terbaik adalah kehidupan itu sendiri, atau kalau boleh saya sebut sebagai universitas kehidupan, dengan menggunakan metode hidup yang menghidupkan. 

Dalam kaitannya dengan profesionalisme, S1 baru pecah telur, s2 kreatifitas, s3 belajar hidup, profesor membangun hidup, ada otoritas di dalam tugas beratnya seorang guru besar yaitu membangun hidup di dunia dan akhirat. Kalau ingin mengembangkan diri, janganlah dibatasi oleh ruang, jangan merasa cukup dengan pendidikan yang telah ditempuh hingga saat ini. Janganlah berpikiran, karena seorang guru, kemudian membatasi diri hanya cukup dengan pendidikan S2 saja. Jika ada kesempatan ke jenjang berikutnya, kenapa tidak?

Terkadang kegagalan memang keberhasilan yang tertunda memanglah benar, agar kita selalu berikhtiar. Kaitannya dengan hal ini, sebagai guru, ada dua hal yang harus diperhatikan, yaitu: akuntabilitas dan sustainabilitas. Akuntabilitas adalah apa atau bagaimana seorang bisa dipercaya, seberapa jauh seorang dipercaya. Dan setiap orang selalu dipertanyakan, dapat dipercaya atau tidak. Semua yang ada dan yang mungkin ada dapat dipertanyakan akuntabilitasnya, bahkan sampai kita meninggal dunia akan tetap dipertanyakan akuntabilitasnya. 

Disamping memiliki akuntabilitas, seorang guru profesional harus bisa mengikuti dan menguasai perkembangan teknologi yang ada. Seorang profesional harus memiliki data dan bisa memanage data, apalagi saat ini didukung dengan kemajuan teknologi yang memungkinkan seorang profesional dapat menyimpan datanya ke dalam folder-folder penyimpanan dalam komputer, berikut dengan media penyimpanan data berupa hardisk eksternal, flashdisk, dan hardisk internal yang berada di dalam komputer. 

File data-data tidak mudah diperoleh, sehingga tidaklah begitu saja diberikan dengan mudahnya, akan tetapi dicari dan dibangun sendiri sehingga membentuk folder-folder yang terintegrasi dalam suatu bangunan pengetahuan secara sistematis. Begitu juga dengan filsafat, filsafat tidak begitu saja diberikan/ditransfer dari seorang filsuf kepada murid didiknya, karena jika diberikan begitu saja, murid hanya akan tertidur, dan akan menjadi bayang-bayang filsuf. Dalam proses belajar, kemandirian mencari ilmu merupakan faktor yang sangat penting dalam mencari pengetahuan, hal ini sesuai dengan teori konstruktivisme. Teori ini menuntut kemandirian siswa untuk membangun (mengkonstruk) pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran yang sebelumnya berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa (student centered). Dalam teori konstruktivisme ini, siswa dituntut aktif, dan guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator siswa. 

Agar menjadi guru yang mempunyai akuntabilitas dan sustainabilitas yang baik, guru harus peka dengan perkembangan teknologi, guru harus peka dengan perkembangan siswa, seorang guru harus menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan yang ada sekarang ini. Bahkan, seorang guru yang notabene telah mengenyam pendidikan tinggi, tetap harus belajar, meningkatkan kemampuan mengajarnya, mereferensi dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, belajar dari kehidupan. Bahkan bisa dikatakan, seorang guru pun selamanya akan menjadi murid dari kehidupan itu sendiri.

No comments:

Post a Comment