Belajar
adalah suatu proses dalam hidup yang tidak akan pernah selesai selama manusia hidup.
Belajar bukan hanya belajar formal di dunia pendidikan formal, bangku sekolah
atau bangku kuliah. Tempat pembelajaran terbaik adalah kehidupan itu sendiri,
atau kalau boleh saya sebut sebagai universitas kehidupan, dengan menggunakan
metode hidup yang menghidupkan.
Dalam
kaitannya dengan profesionalisme, S1 baru pecah telur, s2 kreatifitas, s3
belajar hidup, profesor membangun hidup, ada otoritas di dalam tugas beratnya
seorang guru besar yaitu membangun hidup di dunia dan akhirat. Kalau ingin
mengembangkan diri, janganlah dibatasi oleh ruang, jangan merasa cukup dengan
pendidikan yang telah ditempuh hingga saat ini. Janganlah berpikiran, karena
seorang guru, kemudian membatasi diri hanya cukup dengan pendidikan S2 saja.
Jika ada kesempatan ke jenjang berikutnya, kenapa tidak?
Terkadang
kegagalan memang keberhasilan yang tertunda memanglah benar, agar kita selalu
berikhtiar. Kaitannya dengan hal ini, sebagai guru, ada dua hal yang harus
diperhatikan, yaitu: akuntabilitas dan sustainabilitas. Akuntabilitas adalah
apa atau bagaimana seorang bisa dipercaya, seberapa jauh seorang dipercaya. Dan
setiap orang selalu dipertanyakan, dapat dipercaya atau tidak. Semua yang ada
dan yang mungkin ada dapat dipertanyakan akuntabilitasnya, bahkan sampai kita
meninggal dunia akan tetap dipertanyakan akuntabilitasnya.
Disamping
memiliki akuntabilitas, seorang guru profesional harus bisa mengikuti dan
menguasai perkembangan teknologi yang ada. Seorang profesional harus memiliki
data dan bisa memanage data, apalagi saat ini didukung dengan kemajuan
teknologi yang memungkinkan seorang profesional dapat menyimpan datanya ke
dalam folder-folder penyimpanan dalam komputer, berikut dengan media
penyimpanan data berupa hardisk eksternal, flashdisk, dan hardisk internal yang
berada di dalam komputer.
File
data-data tidak mudah diperoleh, sehingga tidaklah begitu saja diberikan dengan
mudahnya, akan tetapi dicari dan dibangun sendiri sehingga membentuk
folder-folder yang terintegrasi dalam suatu bangunan pengetahuan secara
sistematis. Begitu juga dengan filsafat, filsafat tidak begitu saja
diberikan/ditransfer dari seorang filsuf kepada murid didiknya, karena jika
diberikan begitu saja, murid hanya akan tertidur, dan akan menjadi
bayang-bayang filsuf. Dalam proses belajar, kemandirian mencari ilmu merupakan
faktor yang sangat penting dalam mencari pengetahuan, hal ini sesuai dengan
teori konstruktivisme. Teori ini menuntut kemandirian siswa untuk membangun
(mengkonstruk) pengetahuannya sendiri, sehingga pembelajaran yang sebelumnya
berpusat pada guru (teacher centered) beralih menjadi berpusat pada siswa
(student centered). Dalam teori konstruktivisme ini, siswa dituntut aktif, dan
guru hanya berperan sebagai motivator dan fasilitator siswa.
Agar
menjadi guru yang mempunyai akuntabilitas dan sustainabilitas yang baik, guru
harus peka dengan perkembangan teknologi, guru harus peka dengan perkembangan
siswa, seorang guru harus menyesuaikan diri dengan perkembangan lingkungan yang
ada sekarang ini. Bahkan, seorang guru yang notabene telah mengenyam pendidikan
tinggi, tetap harus belajar, meningkatkan kemampuan mengajarnya, mereferensi
dari pengalaman sendiri maupun pengalaman orang lain, belajar dari kehidupan.
Bahkan bisa dikatakan, seorang guru pun selamanya akan menjadi murid dari
kehidupan itu sendiri.
No comments:
Post a Comment