Tuesday, January 15, 2013

Refleksi Perkuliahan I: Filsafat Tanpa Spiritual, Layaknya Kapal Tanpa Nahkoda



Filsafat adalah ilmu untuk olah pikir, akan tetapi jika manusia dalam berpikir hanya menggunakan logikanya saja, dia seenaknya, dalam artian dia dalam menggunakan pikirannya tidak ada batasan, maka ada tiga kemungkinan yang akan terjadi pada manusia itu, yaitu dia akan menjadi atheis, dia akan terjebek dalam kebingungan, atau jika sudah berada pada titik yang sangat parah, tidak menutup kemungkinan dia bisa menjadi gila. Untuk itu, dalam berpikir, manusia perlu empat batasan yang harus ada, yaitu: Spiritual, Normatif, Formal, dan Material.
Pada artikel ini, saya lebih tertarik untuk membahas hal spiritual, karena berdasarkan pengalaman saya, pernah ada seorang teman yang menanyakan kepada saya tentang konsep keberadaan Tuhan, dan pada awalnya, saya tidak bisa memberikan jawaban yang sesuai dengan apa yang dia inginkan. Dia menanyakan: “Kenapa Tuhan itu ada?” saya menjawab: “Tuhan ada untuk mengatur alam semesta, jika Tuhan tidak ada, maka alam semesta akan hancur”. Dia masih menimpali dengan pertanyaan lanjutan: “Bukankah alam semester punya autoregulasi?”. Saya menjawab lagi: “Yang menciptakan autoregulasi adalah Tuhan itu sendiri”. Akan tetapi dia masih belum puas dengan jawaban tersebut, dan melanjutkan ke pertanyaan yang jika dijawab hanya akan menimbulkan suatu pertanyaan baru dan berputar-putar tanpa alur yang jelas. Karena pada diskusi pertama, saya merasa dia belum cukup puas dengan jawaban saya, saya mencoba mencari jawaban. Dan setelah beberapa saat, terlintas pada pikiran saya tentang mata kuliah geometri analitik ruang tentang konsep titik sebagai definisi pangkal. Mungkin itu adalah suatu petunjuk yang diberikan Tuhan kepada saya.
Suatu saat, saya bertemu lagi dengan teman saya dan akhirnya, saya mencoba menjelaskan dengan konsep titik sebagai definisi pangkal tersebut. Saya ambil salah satu contoh bangun ruang, pada saat itu adalah kubus. Saya jelaskan satu persatu dari definisi kubus dan komponen pembentuknya, yaitu: bidang, garis, dan titik. Dalam menjelaskan, saya memberikan pertanyaan, kemudian saya jawab sendiri pertanyaan itu. Kurang lebihnya, penjelasan saya sebagai berikut:
Kubus itu apa? kubus adalah bangun ruang yang dibatasi oleh enam buah persegi.
Persegi itu apa? persegi adalah suatu luasan yang dibatasi empat garis yang sama panjang.
Garis itu apa? garis adalah kumpulan titik-titik yang memiliki panjang tertentu dengan jarak antara dua titik yang paling dekat sama dengan atau mendekati nol.
Kemudian saya bertanya kepada teman saya: Sekarang titik itu apa?, apakah seperti ini? (sambil menggambarkan titik pada sebuah kertas). Itu hanyalah lambang dari sebuah titik. Titik dalam geometri adalah definisi pangkal, yang tidak dapat dijelaskan, bahkan, ilmuwan geometri hingga saat ini belum menemukan definisi dari sebuah titik, akan tetapi titik harus ada dalam ilmu geometri. Begitu juga keberadaan Tuhan yang tidak dapat dijelaskan dengan hanya menggunakan logika, namun Dia harus ada.
Kesimpulan yang dapat saya ambil adalah, bahwa semua ilmu (bukan hanya filsafat saja), perlu ada sesuatu yang membatasinya, agar tidak keluar dari koridor yang seharusnya. Salah satu yang membatasinya adalah spiritual/agama/iman/keyakinan. Dapat dikatakan bahwa, agama adalah nahkoda bagi kapal yang bernama ilmu, keduanya tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Pada kesempatan ini, saya mengutip pernyataan seorang filsuf terkenal, Albert Einsten:

Science without religion is lame
(Ilmu tanpa Agama Lumpuh)
Religion without science is blind
(Agama tanpa Ilmu Buta)

No comments:

Post a Comment